Selasa, 25 Maret 2008

PERSEBAYAKU,PERSEBAYAMU,PERSEBAYA KITA

persebaya

Siapa sebenarnya pemilik Persebaya? Klub-klub anggota Persebaya yang kini berjumlah 30 bisa mengklaimnya. Ini kalau dilihat dari sejarah berdirinya tim sepak bola yang berbasis di Kota Surabaya itu. Tetapi, tentu tidak semua klub yang ada sekarang sebagai pendiri. PS Benowo yang belum lama lahir, tentu tidak berhak. Sebab, dia tidak ikut mendirikannya. Hanya ikut kompetisi dan sekarang masuk dalam salah satu strata yang ikut kompetisi, yakni devisi utama, devisi satu, dan devisi dua.

Assyabab, Suryanaga, Kinibalu (kini mati suri), Indonesia Muda, dan sebagainya lebih berhak mengklaim karena mereka memang sejak Persebaya berdiri sampai sekarang ikut terlibat.
Namun, kalau dilihat dari siapa yang membiayai tim selama ini, semua klub itu tidak layak untuk mengaku sebagai pemiliknya. Pemkot malah lebih berhak. Paling tidak dalam kurun empat tahun terakhir. Mengapa? Karena tim Persebaya selama periode itu dibiayai dengan dana APBD.

Tapi darimana dana APBD? Tentu uangnya dari rakyat. Lewat pajak dan retribusi, dana APBD didapat. Kemudian dana itu didistribusikan untuk pembiayaan berbagai program pemerintah kota dengan sepertujuan DPRD. Jadi, pemilik sebenarnya Tim Persebaya selama ini adalah rakyat. Mereka tidak membiayai hanya lewat APBD, tapi juga lewat tiket yang dibelinya setiap kali pertandingan di kandang.

Lantas siapa rakyat? Nah ini yang tidak bisa langsung tunjuk hidung. Apakah mereka itu para anggota DPRD yang disebut sebagai wakil rakyat? Atau pemerintah yang juga biasa dijuluki sebagai pamong atau pelayan rakyat? Atau partai politik yang selalu menyebut dirinya penyalur aspirasi rakyat? Atau suporter -rakyat pecinta sepak bola --yang di Surabaya ada beberapa elemen? Jawabannya tidak bisa ditunjuk salah satu darinya.

Rakyat adalah sekumpulan manusia yang mempunyai hak dan kewajiban sebagai warga negara. Rakyat bola juga berarti mereka yang punya hak dan kewajiban sebagai masyarakat bola. Ia tidak hanya dibatasi wilayah administrasi seperti pemerintahan. Sebab, yang disebut rakyat bola lebih luas darinya.

Lihat saja hasil survey market yang dilakukan pengurus Persebaya satu setengah tahun lalu. Ternyata Persebaya ini tidak hanya milik warga Kota Surabaya. Hampir 60 persen warga Jatim adalah pendukung tim berjuluk Green Force ini.

Mereka ikut merasa menjadi juara kalau Persebaya juara. Mereka juga ikut prihatin jika prestasi Persebaya jeblok. Ketika tim ini mundur dari 8 besar yang menyebabkan pengurus dan manajemennya diskors, dua tahun lalu, mereka ikut sedih. Enam puluh persen warga Jatim juga ikut menangis saat Persebaya tak boleh main dua tahun gara-gara itu. Mereka tidak terlalu bersedih kalau Arema dan Persik jeblok prestasinya karena masing-masing hanya didukung 12 persen dan 7 persen dari warga Jatim.

Mengapa Persebaya menjadi ikon warga Jatim? Mungkin karena sejarah panjangnya. Juga karena tim ini berbasis di Surabaya yang menjadi ibu kota provinsi. Dengan posisinya itu, Surabaya menjadi acuan dari kota-kota lain. Baik di dunia perdagangan, ekonomi, dan politik.

Demikian pula dalam hal budaya. Ada kecenderungan untuk mengidentifikasi diri menjadi orang Surabaya. Orang Lamongan, Bangkalan, bahkan Pacitan, lebih suka menyebut asal Surabaya saat berada di perantauan. Tak mengherankan jika suatu ketika Anda menemukan orang luar Surabaya yang bangga ketika bisa ngomong arek. Sama dengan orang luar Jakarta bangga bisa ngomong lu dan gue.

Makanya tidak perlu iri jika Persebaya main penontonnya tidak hanya warga Surabaya. Meski sudah ada Persekapas-Pasuruan, Deltras-Sidoarjo, dan Gresik United, tetap saja warga tiga kota itu tertarik untuk menyaksikan Persebaya laga.

Mereka rela berdesakan naik atap kereta. Atau jauh-jauh naik sepeda motor untuk menyaksikan pertandingan di Tambak Sari. Kadang-kadang juga ikut ngluruk ke kota lain, saat tim ini bermain tandang. Ini yang menyebabkan suporter Persebaya agak beda dengan Aremania. Koordinasi yang baik antar koordinator lapoangan suporter di Surabaya, belum bisa sepenuhnya mengendalikan ulah suporternya. Apalagi menyangkut suporter fanatik dari luar kota.

Nah, kalau sudah demikian, siapa pemilik Persebaya? Kenyataan di atas mengharuskan kita lebih berlapang dada. Tampaknya kita tidak bisa menyebut Persebaya hanya milikku. Juga tidak bisa mengatakan Persebaya milikmu. Tapi lebih tepat memandang Persebaya sebagai milik kita. Lantas siapa yang berhak mengurus Persebaya Kita? Ikuti lanjutannya.
*) Arif Afandi adalah mantan Ketum Persebaya dan Wakil Walikota Surabaya.
diambil dari: www.surya.co.id/.../Catatan_tentang_Persebaya